Menggugah Presiden Prabowo, Menkeu Purbaya dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco
- account_circle TCON
- calendar_month Sen, 17 Nov 2025
- visibility 114

Undang-undang Dasar 1945, secara tersurat menegaskan, bahwa negara wajib melindungi seluruh rakyatnya. Bukan sebaliknya melukai dan menzalimi. Tapi itulah yang hari ini sedang terjadi dalam kasus Andri Tedjadharma dan Bank Centris Internasional—sebuah luka hukum yang sudah terlalu lama dibiarkan bernanah oleh BI, Kemenkeu, PUPN, dan KPKLN.
Faktanya sederhana dan telanjang: Bank Indonesia tidak memenuhi kewajibannya sendiri yang tertulis dalam Akte 46. Kemenkeu, PUPN, dan KPKLN kemudian menerbitkan Penetapan Utang yang keliru dengan dasar audit BPK tahun 2006—padahal audit BPK nomor 34 itu sama sekali tidak memuat nama Andri Tedjadharma, tidak pernah ada tanda tangan APU, tidak ada personal guarantee, dan tidak tercatat adanya utang Bank Centris Internasional kepada negara. Zero. Tidak ada.
Namun apa yang terjadi? Mereka tetap memaksakan penagihan, memakai salinan putusan MA palsu yang anehnya baru “muncul” 20 tahun kemudian, meski dalam putusan aslinya Bank Centris yang menang. Logika hukum sederhana begitu. Gugatan BPPN ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan Pengadilan Tinggi DKI tidak diterima.
Dan puncak kedurjanaan itu: Mereka menyita harta pribadi Andri Tedjadharma dan keluarganya—padahal tidak pernah menjadi jaminan, tidak ada dalam amar putusan, dan tidak ada kaitannya sedikit pun dengan kasus Centris.
Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi. Ini perbuatan terkeji. Negara, lewat oknum institusinya, merampas hak warga tanpa dasar hukum—lalu menutupi kesalahan itu dengan arogansi dan pengerahan 100 aparat seolah-olah sedang menegakkan kebenaran.
Presiden Prabowo sudah berulang kali menyampaikan bahwa “Tidak boleh ada mafia di pemerintahan.” Tetapi sampai hari ini, kasus yang paling jelas, paling gamblang, dan paling telanjang kecurangannya—justru tidak tersentuh
Kenapa? Apakah negara terlalu sombong untuk mengakui kesalahan? Atau terlalu takut untuk membuka kotak pandora yang bisa mempermalukan segelintir pejabat yang dulu dan sekarang masih merasa berkuasa?
Presiden, Menkeu Purbaya, Bang Dasco,
Kasus ini bukan lagi soal angka. Bukan soal BLBI. Bahkan bukan soal Bank Centris. Ini soal masa depan keadilan negara: apakah seorang warga seperti Andri—yang tidak pernah menandatangani APU, tidak punya hutang, memenangkan putusan MA, dan berkali-kali dizalimi—masih punya tempat dalam republik ini?
Atau apakah rela negara tercatat dalam sejarah sebagai pemerintah yang menyalahgunakan kekuasaan untuk menutupi kesalahan sendiri?
Saatnya negara mengambil langkah. Saatnya negara berhenti sombong. Saatnya negara berani berkata: “Kami salah. Dan kami memperbaikinya.”
Sebab ketika negara berani memperbaiki kesalahan, itulah tanda bahwa negara masih hidup. Namun ketika negara membiarkan kezaliman, menolak koreksi, dan membiarkan warganya diinjak—maka negara sedang menggali kuburannya sendiri.
Presiden Prabowo, rakyat menunggu tindakan Anda. Dan sejarah menunggu apakah Anda berpihak pada kebenaran—atau membiarkan warisan kezaliman ini terus berjalan.
- Penulis: TCON
